Menyusuri Wisata Ekstrim Bukit Batu Lemo, Kuburan Alam Suku Toraja
Wisata Ekstrim – Bagi masyarakat Toraja, kematian tidak hanya tentang perginya seseorang. Perlu adanya upacara kepergian yang sakral. Dengan memiliki tebing batu itu terasa lain. Ia seolah memancarkan aura seram yang sulit dijelaskan. Tingginya bisa mencapai puluhan meter, dengan warna gelap yang pekat dan kokoh menjulang di daerah perbukitan.
Jika dilihat dari kejauhan, tebing granit hitam itu memiliki lubang-lubang yang menutupi seluruh bagian tebing. Ukurannya juga beragam. Untuk menjangkaunya, para pengunjung harus turun melewati tangga dari puncak tebing. Di sepanjang jalan turun, berdiri kios-kios suvenir yang menjajakan pernak-pernik khas daerah setempat. Tebing itu bukan tebing granit biasa. Tempat itu adalah kuburan batu Toraja. Dan lubang-lubang di dalam tebing diisi oleh jenazah manusia. Tradisi pemakaman ini merupakan bagian dari adat istiadat masyarakat Toraja.
Untuk itulah masyarakat Toraja menggelar upacara pemakaman yang dikenal dengan istilah rambu solo. Upacara ini dilandasi kepercayaan dan keyakinan kepada leluhur atau disebut Aluk Todolo. Tujuannya untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia ke alam roh. Keluarga yang ditinggal mati akan membuat pesta sebagai penghormatan terakhir kepada mendiang.
Upacara pemakaman bisa menelan banyak biaya dan dilangsungkan selama berhari-hari. Tak heran jika upacara ini seringkali diadakan beberapa bulan bahkan sampai bertahun-tahun setelah meninggalnya seseorang sampai keluarga siap dan punya cukup dana. Setelah upacara rambu solo, jenazah akan diarak dan diantar ke lakkian (kompleks pemakaman) yang terletak di dinding tebing. Tak hanya pihak keluarga, seluruh masyarakat akan turut berjalan mengantarkan jenazah sampai ke lakkian.
Di seluruh provinsi Sulawesi Selatan tersebar tempat-tempat pemakaman tebing leluhur masyarakat Toraja. Salah satunya adalah Bukit Batu Lemo di Kelurahan Lemo, Kecamatan Makale Utara, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Dinamakan lemo karena liang batu ini menyerupai buah limau berbintik-bintik.
Lemo memiliki 75 liang batu kuno atau dalam bahasa setempat disebut liang paa’, dan tiap-tiap liang merupakan kuburan satu keluarga. Dari luar, kuburan-kuburan ini terlihat lubangnya saja, ditutupi papan kayu. Ukuran lubang cukup besar, sekitar 3 meter kali 5 meter. Sementara tingginya mencapai belasan meter dari permukaan tanah.
Jenazah dimasukkan ke dalam liang dengan menggunakan tangga atau ditarik dengan tali. Proses pembuatan liang termasuk lama dan sulit karena bukit batu itu harus dipahat dengan tangan. Pembuatan satu lubang bisa memakan biaya yang mahal, dengan lama pengerjaan enam bulan sampai satu tahun. Tidak heran jika pemakaman di Toraja bisa tertunda selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan.
Kuburan batu Toraja dihias dengan deretan tau-tau (patung) sebagai personifikasi orang yang telah meninggal sekaligus lambang prestise dan status sosial yang bersangkutan. Syarat untuk membuat tau-tau adalah harus menyembelih kerbau sebanyak 24 ekor. Badan patung terbuat dari bambu atau kayu nangka, matanya dari tulang dan tanduk kerbau.
Kuburan Batu Lemo merupakan kuburan tertua nomor dua di Toraja setelah Songgi Patalo FOR4D. Kuburan ini dibuat sekitar abad ke-16. Untuk mencapai tempat ini, pegunjung bisa melalui Rantepao, Toraja Utara, sejauh 12 kilometer ke arah selatan. Atau bisa juga melalui Makale sejauh enam kilometer ke utara. Di pinggir jalan utama penghubung Makale-Rantepao akan ditemukan papan petunjuk menuju Tebing Lemo.